Beranda | Artikel
Khutbah Idul Fitri: Kegembiraan Yang Hakiki
Jumat, 21 Mei 2021

Khutbah Idul Fitri: Kegembiraan Yang Hakiki ini merupakan rekaman khutbah idul fitri yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Kamis, 1 Syawal 1442 H / 13 Mei 2021 M.

Khutbah Pertama Tentang Kegembiraan Yang Hakiki

Sesungguhnya hari Idul fitri adalah merupakan hari dimana kaum muslimin berbahagia padanya. Inilah hari raya Islam yang Allah syariatkan kepada kita dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaitkan hari raya Islam dengan ibadah yang agung.

Ini dia Idul fitri dikaitkan dengan ibadah yang agung, yaitu bulan Ramadhan. Dan Idul adha dikaitkan dengan ibadah yang agung, yaitu sembelihan dan haji. Memberikan kepada kita sinyal bahwasanya gembira yang hakiki adalah kegembiraan karena ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu lebih baik daripada gembira dengan kehidupan dunia.

Demikian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Katakan dengan karunia Allah dan rahmatNya-lah hendaklah mereka bergembira, itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan dari kehidupan dunia.” (QS. Yunus[10]: 58)

Ini kita berada di Idul fitri, kita telah menyempurnakan bulan Ramadhan, Allah berfirman:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hendaklah kalian menyempurnakan jumlah bilangan Ramadhan dan hendaklah kalian bertakbir (mengucapkan Allahu akbar) terhadap apa yang telah Allah berikan hidayah kepada kalian dan agar kalian bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)

Kita bertakbir karena hidayah yang Allah berikan berupa puasa Ramadhan, kita bertakbir karena hidayah yang Allah berikan berupa ibadah yang agung setelahnya berupa zakat fitr. Dan kita di hari ini bersyukur kepada Allah atas karunia dan kemudahan yang Allah berikan kepada kita untuk menaati Allah di bulan Ramadhan.

Subhanallah saudaraku sekalian, bulan Ramadhan yang penuh dengan tempaan, pelajaran-pelajaran yang bisa kita petik di bulan Ramadhan sungguh sangat banyak sekali. Karena ia adalah merupakan Syahrul Mubarok, sebuah bulan yang diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bagaimana Allah menempa kita sebulan lamanya tiada lain adalah untuk supaya kita terbiasa diatas ketaatan, saudaraku. Setiap hari kita berpuasa, setiap malam kita shalat malam, shalat tarawih, kita pun berusaha setiap hari membaca Al-Qur’anul Karim, demikian pula kita berusaha untuk bersedekah dan amalan-amalan ibadah yang lainnya yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan. Tidakkah cukup sebulan itu untuk menjadi kita terbiasa di atas ketaatan?

Allah ingin agar kita membiasakan diri diatas ketaatan demi ketaatan. Karena Allah ingin agar kita wafat husnul khoimah. Allah tidak ingin kita wafat diatas kemaksiatan. Karena jiwa manusia selalu menyuruh kepada keburukan. Allah berfirman:

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ

Sesungguhnya hawa nafsu seringnya menyuruh kepada keburukan.” (QS. Yusuf[12]: 53)

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan puasa Ramadhan memang berat untuk kita, berat bagi sebagian orang yang tidak biasa dengan puasa. Akan tetapi Allah syariatkan itu untuk kebaikan kita semuanya juga, bukan untuk memberikan mudharat kepada kita sama sekali. Tapi Allah ingin agar kita terbiasa dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka tentunya saudaraku seiman, harapan kita kepada Allah agar Allah menerima amal ibadah kita dan agar Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita istiqamah di atas ketaatan-ketaatan tersebut. Walaupun Ramadhan telah pergi, akan tetapi amalan tidak boleh pergi. Ramadhan pasti akan meninggalkan kita, akan tapi jangan sampai amal itu kembali kita tinggalkan.

Seorang Salaf terdahulu ketika ditanya ada orang yang rajin beribadah tapi hanya di bulan Ramadhan, apa kata mereka? Bahwa sungguh itu seburuk-buruk hamba, dia mengenal Allah hanya di bulan Ramadhan saja.

Tidak saudaraku, Ramadhan bukanlah tujuan, akan tetapi Ramadhan adalah wasilah agar kita terbiasa terus diatas ketaatan kepada Allah, agar puasa sunnah selalu kita lakukan setelahnya. Ini dia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan kepada kita motivasi agar berpuasa enam hari Syawal. Semua ini adalah agar kita terbiasa diatasnya.

Ini dia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan kepada kita motivasi untuk beramal ketika kita telah selesai dari bulan Syawal. Karena setelah Syawal kita akan memasuki tiga bulan dari bulan-bulan haram, yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Kembali musim-musim ketaatan itu Allah berikan kepada kita.

Hal ini tiada lain supaya kita terbiasa dan kita senantiasa diatas kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Sebab ketika kita tidak membiasakan diatas kebaikan, kita akan terbiasa diatas keburukan. Mana yang kita pilih? Apakah kita ingin membiasakan diri kita dengan hal-hal yang tidak baik, dengan hal-hal yang tidak ada manfaatnya, lalu kemudian kita wafat diatas itu? Ataukah kita ingin agar hidup kita, hari-hari kita, waktu-waktu kita senantiasa mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata? Tentu itu yang kita harapkan saudaraku. Kita ingin wafat diatas husnul khotimah, kita ingin wafat dalam keadaan kita menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan memaksiatiNya.

Saudaraku seiman, seorang mukmin ketika ia telah diberikan oleh Allah kekuatan untuk menaatiNya, dia bergembira dan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itulah kegembiraan yang paling layak untuk kita gembira dengannya.

Mereka orang-orang kafir yang tidak beriman gembira dengan dunia mereka, mereka bergembira dengan harta mereka, mereka bergembira dengan gemerlapnya kehidupan dunia dan maksiat mereka. Seorang mukmin tidak begitu. Gembiranya seorang mukmin ketika ia diberikan oleh Allah kekuatan untuk menaati Allah.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Siapa yang gembira dengan amal kebaikannya dan ia merasa susah dengan amalan maksiatnya, maka itu tanda ia seorang mukmin.” (HR. Thabrani)

Kita sekarang di hari raya Idul fitri, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memubahkan kita dengan berbagai macam permainan-permainan yang sifatnya mubah untuk memperlihatkan kegembiraan dihari raya Ied ini. Akan tetapi itupun dilakukan oleh para sahabat hanya di hari raya saja. Setelah itu mereka kembali beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena memang kita hidup di dunia tidak sama dengan binatang ternak. Binatang hanya berpikir untuk makan, minum, kawin, bermain dan yang lainnya. Sedangkan manusia tidak untuk itu diciptakan.

Allah ciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya, Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar beribadah kepada Allah saja.” (QS. Az-Zariyat[51]: 56)

Bukan berarti kita tidak boleh tamasya, bukan berarti kita tidak boleh bersenang-senang, itu dimubahkan oleh Allah, silahkan. Allah berfirman:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ…

Siapa yang berani mengharamkan perhiasan yang Allah halalkan untuk kita?” (QS. Al-A’raf[7]: 32)

Semua itu halal, akan tetapi jangan sampai itu semua membuat kita tertipu.

Seorang mukmin khawatir dengan kesenangan dunia itu dia tertipu hatinya. Makanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengecam orang-orang yang merasa tenang dengan kehidupan dunia. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, mereka ridha dengan kehidupan dunia dan merasa tenang dengan kehidupan dunia, merekapun berpaling dari ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya dalam api neraka.” (QS. Yunus[10]: 7)

Maka, saudaraku.. Seorang mukmin tidak akan tenang, dia khawatir kalau ia tertipu dengan kehidupan dunia, sehingga dia akhirnya lalai dari berdzikir kepada Allah. Sementara Allah mengatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ

Wahai orang-orang yang beriman, jangan sampai harta dan anak-anak kalian membuat kalian lalai dari berdzikir kepada Allah.”

وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Siapa yang melakukan itu, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun[63]: 9)

Harta yang kita miliki, anak-anak yang kita miliki, demikian pula semua kesenangan dunia seringkali membuat kita tertipu, membuat kita lalai dari Allah dan kehidupan akhirat. Seorang mukmin takut seperti itu, saudaraku.

Berapa banyak orang yang mereka bersenang-senang dengan dunia akhirnya hatinya condong kepada dunia. Ketika hatinya telah condong kepada dunia, ia berpaling dari berdzikir kepada Allah, dia pun berat untuk menaati Allah. Untuk menjalankan kakinya ke masjid saja berat, sementara untuk mendaki gunung ia kuat, pergi ke tempat-tempat indah dia senang dan semangat. Walaupun dia harus berjalan kaki berkilo-kilometer, akan tetapi ia lakukan demi untuk mendapatkan kesenangan badannya. Sementara kesenangan batinnya ia tidak pedulikan. Padahal kesenangan batin itulah yang hakiki.

Kita pada hari kiamat datang kepada Allah dengan membawa hati kita. Dan keselamatan kita di hari akhirat tergantung keselamatan hati kita. Allah berfirman:

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ‎﴿٨٨﴾‏ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ ‎﴿٨٩﴾

Pada hari tidak bermanfaat harta dan anak-anak, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan membawa hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’ara`[26]: 88)

Subhanallah, ternyata yang selamat di hari kiamat adalah yang selamat hatinya, selamat dari kesyirikan, selamat dari berbagai macam penyakit hati, merekalah yang akan selamat nanti di akhirat. Adapun orang-orang yang datang pada hari kiamat dalam keadaan membawa penyakit-penyakit hati, maka mereka orang-orang yang merugi, saudaraku seiman.

Inilah Ramadhan, saudaraku. Allah berikan kepada kita untuk membersihkan hati-hati kita. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah[2]: 183)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

التَّقْوَى هَاهُنَا

“Takwa itu di sini tempatnya (di hati kita).”

Maka ketika Ramadhan telah selesai ternyata tidak menjadi takwa, itu tanda Ramadhan kita tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi ketika setelah Ramadhan kita semakin takwa, semakin dekat kepada Allah, semakin lisan kita merasa betah dengan dzikir kepada Allah, semakin ketika mendengarkan adzan kita langsung segera pergi dengan gembiranya menuju masjid untuk shalat berjamaah dan kita sahut panggilan Allah dan RasulNya dengan penuh kegembiraan, maka saat itulah pertanda Ramadhan kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sungguh seorang mukmin khawatir kalau amalannya tidak diterima oleh Allah. Seorang mukmin setelah ia banyak beramal, ia khawatir kalau amalannya belum diterima oleh Allah, akibat kekurangan yang ia lakukan.

Ummatal Islam,

Inilah dia bulan Ramadhan, sungguh keindahan ibadah tidak bisa dibandingkan dengan keindahan dunia. Bahkan sebagian ulama mengatakan keindahan surga pun lebih indah ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena surga untuk kesenangan diri kita, sedangkan ibadah untuk keridhaan Tuhan kita.

Saudaraku seiman, maka bersyukurlah kepada Allah. Setelah selesai bulan Ramadhan kita merasa nikmat dengan membaca Al-Qur’an bersyukurlah kepada Allah setelah selesai bulan Ramadan ternyata kita merasa nikmat dengan berdzikir kepada Allah.

Subhanallah, itulah keindahan yang tidak bisa dibayar kecuali dengan surga. Karena keindahan surga bagi mereka-mereka yang benar-benar merasakan keindahan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Khutbah Pertama Tentang Kegembiraan Yang Hakiki

Wahai kaum muslimah, sesungguhnya kalian adalah wanita yang telah Allah ciptakan untuk membangun rumah tangga yang sesuai dengan agama Allah. Lihatlah oleh kalian bagaimana kalian mendidik anak-anak kalian, jangan kalian didik anak-anak kalian dengan pendidikan yang tidak sesuai dengan Islam. Jangan biarkan anak-anak kalian asyik dengan HP-nya, dengan game-nya dan yang lainnya yang itu merusak akidah dan kemudian juga merusak keimanan mereka.

Wahai wanita muslimah, sesungguhnya kalian apabila telah berusaha sekuat tenaga untuk mendidik anak-anak kalian, maka kalian pun punya usaha untuk berbakti kepada suami kalian. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada kalian wahai para wanita:

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Lihatlah oleh kamu bagaimana kamu dimata suami kamu. Karena sesungguhnya suamimu adalah surgamu atau nerakamu.” (HR. Ahmad)

Wahai wanita, kalian makhluk yang mudah masuk surga, tapi mudah juga masuk neraka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjanjikan untuk kalian, Rasulullah bersabda:

إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang wanita shalat lima waktu dan dia jaga betul-betul, dia puasa Ramadhan, dia jaga kemaluannya dan dia taati suaminya, maka akan dikatakan kepada wanita ini: ‘Silahkan masuk ke surga dari pintu mana saja yang kamu mau.`” (HR. Ahmad)

Subhanallah, ternyata wanita sangat mudah masuk surga, apabila ia melaksanakan empat hal tadi. Tapi ternyata wanita pun juga mudah masuk neraka. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ

“Aku diperlihatkan neraka, ternyata yang paling banyak penduduknya dari kalangan wanita.”

Sahabat bertanya kenapa Wahai Rasulullah? Maka dijawab:

يَكْفُرْنَ

“Mereka kafir.”

Lalu ditanya: “Kafir kepada Allah?”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:

يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ…

“Mereka kafir kepada kebaikan suami…”

Suami sudah banyak memberikan kebaikan kepada dia, tapi hanya karena satu kesalahan, kalian pun kemudian kufur kepada kebaikan suami yang banyak

Itulah sifat wanita, seringkali kufur hanya karena melihat satu kesalahan dan dua kesalahan yang dilakukan oleh suami kepadanya. Karena wanita itu memang tercipta dari tulang rusuk yang bengkok. Maka seorang laki-laki tentunya menghadapi tulang yang bengkok tidak bisa dengan cara arogan. Sebab kalau kita lakukan dengan arogan dan paksa untuk lurus maka dia akan patah. Akan tetapi seorang lelaki menghadapi tulang yang bengkok tentunya hendak dengan lemah-lembut sebagaimana itu yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Yang lebih aneh ada seorang laki-laki yang sifatnya seperti wanita. Ketika istrinya sudah banyak kebaikan kepadanya, hanya gara-gara melihat satu kesalahan istrinya, dia lupakan banyak kebaikan istrinya tersebut. Sungguh ini laki-laki yang berjiwa wanita. Tidak layak seorang laki-laki mempunyai sifat seperti itu.

Download mp3 Khutbah Kegembiraan Yang Hakiki

Jangan lupa untuk ikut membagikan link download khutbah Idul fitri ini kepada saudara-saudara kita. Semoga menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50176-khutbah-idul-fitri-kegembiraan-yang-hakiki/